www.izzuka.com

#11 Analisis Kisah Nyata “Hanyut”

           Sekarang kita mencoba membuat Kisah Nyata Inspiratif lagi dari salah satu peristiwa yang ada dalam tabel peristiwa yang menarik dan mengandung konflik yang telah disusun. 

          Yaitu, peristiwa membolos seluruh murid kelas 2A SMP C, Bengkulu karena ingin menonton lomba motorcross, provokator adalah teman sendiri: si B.

Kerangka 

1. Awala: Deskripsi suasana menghangat diskusi ide membolos untuk menonton lomba motorcross di selasar depan kelas saat momen istirahat dari pelajaran.

2. Tengahlif: Terjadi penggawatan kondisi ketika keesokan harinya tak ada murid laki-laki yang masuk sekolah, klimaksnya ketua kelas Fulan terseret, hanyut ikut membolos.

3. Akhirba!: Suasana mereda, ketika keesokan harinya seluruh murid kelas 2A dihukum.

          Untuk  membaca Kisah Nyata Inspiratif dengan judul "Hanyut" tersebut silakan membaca bab sebelum bab ini. 

Analisis

Alur atau Plot

          Alur atau plot adalah: 

sebuah interrelasi fungsional antara unsur unsur kisah yang timbul yang berupa: 
  • Tindak-tanduk
  • Karakter
  • Suasana hati (pikiran), dan
  • Sudut pandangan
  • Serta ditandai oleh klimaks-klimaks 
  • dalam rangkaian tindak-tanduk itu,
  • yang sekaligus menandai urutan bagian-bagian dalam keseluruhan kisah.
            Dengan demikian struktur kisah “Hanyut” sudah tercakup seluruhnya dalam batasan ini, yaitu mencakup unsur-unsur yang membentuk suatu alur (tindak-tanduk, karakter dan sebagainya) dan telah mencakup pula kerangka utama dari sebuah kisah.

            Alur merupakan 
  • rangkaian pola tindak-tanduk yang berusaha memecahkan konflik yang terdapat dalam kisah itu, 
  • yang berusaha memulihkan situasi kisah ke dalam situasi yang seimbang dan harmonis. 
  • Alur merupakan kerangka dasar yang sangat penting dalam kisah. 
            Alur mengatur: 
  • Bagaimana tindakan-tindakan harus bertalian satu sama lain,
  • Bagaimana suatu insiden mempunyai hubungan dengan insiden yang lain, 
  • Bagaimana, 
    • tokoh-tokoh harus digambarkan 
    • dan berperan dalam tindakan-tindakan itu, dan
  • Bagaimana, 
    • situasi 
    • dan perasaan karakter (tokoh) yang terlibat dalam tindakan-tindakan itu 
    • yang terikat dalam suatu kesatuan dimensi waktu.
            Oleh karena itu, baik atau tidaknya penggarapan suatu alur atau plot dapat dinilai dari beberapa hal berikut:
  • Apakah tiap insiden susul-menyusul secara logis dan alamiah,
  • Apakah tiap pergantian insiden telah cukup terbayang dan dimatangkan dalam insiden sebelumnya 
    • atau apakah insiden itu terjadi hanya secara kebetulan?
            "Hanyut" cukup memenuhi apa-apa yang telah disebutkan di atas. 
  • Terjadi kesinambungan tindakan-tindakan 
  • dan insiden-insiden satu sama lain. 
  • Dan, tokoh-tokohnya pun berperan bersamaan dengan perasaan-perasaan tokoh yang ikut tergambar dalam kisah tersebut.

Pola Kisah

            Cobalah konsentrasi sebentar, bahwa dalam hidup kita ini tak bisa lari dari dimensi, apa yang namanya waktu. Kehadiran kita dalam dimensi waktu membuat kita sadar ada: 
  • Awal 
  • dan Akhir, 
  • dan kita berada diantaranya. 
          Ada masa lampau, sekarang dan masa depan, tentu saja kita berada di masa sekarang. Ada proses yang menghubungkan titik awal, tengah dan akhir; lampau, kini dan yang akan datang. Itulah alur atau plot itu. 

            Lihatlah! Selalu ada tiga bagian sebagai struktur dasarnya dalam pengetahuan kita atau cara kita mengetahui dalam dimensi ruang waktu.

          Kisah pun mempunyai struktur yang sama. Kisah nyata pun ditulis dari aksara pertama dan berhenti pada titik sebagai akhir, apapun isinya. Dan itu juga terdiri dari struktur tiga bagian: awal, tengah dan akhir adalah struktur alamiah. 

          Setiap kisah memiliki sebuah alur atau plot yang didasarkan pada 

kesinambungan peristiwa-peristiwa dalam kisah itu dalam hubungan sebab-akibat. 

          Ada; 
  • bagian yang mengawali kisah itu, 
  • ada bagian yang merupakan perkembangan lebih lanjut dari situasi awal 
  • dan ada bagian yang mengakhiri kisah itu. 
          Alurlah yang menandai kapan sebuah kisah itu mulai dan kapan berakhir. Alur ditandai oleh puncak atau klimaks dari perbuatan dramatis dalam rentang laju kisah tersebut. Secara skematis alur tersebut mirip sekali dengan struktur a-lif-ba!, disini kita gambarkan kembali:


           Akan tetapi dalam kenyataannya, disamping klimaks utama masih terdapat klimaks-klimaks kecil. Atau dengan kata lain, ada sejumlah klimaks yang berbeda yang bergerak menuju klimaks utama. Gambarannya dapat dilihat pada skema di bawah. Garis utuh menyajikan bermacam-macam klimaks menuju klimaks yang tertinggi. Sedangkan garis putus-putus merupakan garis besar alur kisah.

Bagian Awal atau Pendahuluan

          Suatu perbuatan atau tindakan tidak akan muncul begitu saja dari kehampaan. Perbuatan harus lahir dari suatu situasi. Situasi tersebut harus; 
  • mengandung unsur-unsur yang mudah meledak 
  • atau mampu meledakkannya
  • Setiap saat situasi mampu menghasilkan suatu perubahan yang dapat membawa akibat atau perkembangan lebih lanjut di masa depan. 
          Ada situasi yang sederhana, tetapi ada pula situasi yang kompleks. Kompleks tidaknya suatu situasi dapat diukur dari; 
  • kaitan-kaitan antara satu faktor dengan faktor yang lain
  • dapat diukur pula dari jumlah faktornya
  • dan dapat pula dari akibat-akibat yang ditimbulkannya 
  • serta rangkaian-rangkaian kejadian selanjutnya.
            Dalam menyajikan kisah yang menyangkut fakta, seperti pada kisah “Hanyut”, tugas pertama seorang penulis adalah: 

menganalisis materi untuk memperoleh kepastian dan keyakinan mengenai mana unsur-unsur yang penting, yaitu unsur-unsur mana yang mempunyai daya ledak, agar pembaca dapat memahami perkembangan keadaan selanjutnya. 

            Kemudian, selanjutnya penulis bertugas: 
  • menyajikan materinya dalam suatu rangkaian yang menarik
  • sehingga pembaca bisa menangkap dengan mudah relasi logis antara bermacam-macam unsur tadi, 
  • serta menangkap hakikat dari kegawatan situasi itu. 
  • Sehingga, pembaca menghayati ketegangan demi ketegangan 
  • yang ujung-ujungnya pembaca merasa nikmat dan merasa asyik terhibur.
Berikut kita tampilkan bagian pendahuluan kisah “Hanyut”:

          "Kapan lagi? Iko jarang-jarang ado balap motor tril di pantai. Bukan hari Minggu pulo, lhaa cemmano ndak nonton, kito galo sedang sekola ..." B teman sekelasku, teman tercerdas di antara teman-teman di kelas 2A, SMP C mulai membuka wawasan pikiran teman-teman satu kelas, dengan menggebu-gebu. Aku mencium aroma pengaruh provokasi yang pekat.

          Ada kemungkinan pembaca tak dapat menangkap makna situasi itu ketika membaca kisahnya untuk pertama kali; akan tetapi dengan melanjutkan pembacaannya 

perlahan-lahan ia dapat menangkap dan merasakan makna yang tersirat dibaliknya. 

          Fragmen demi fragmen yang disajikan penulis sanggup, 
  • merangsang keingin-tahuan pembaca
  • dan mampu pula menciptakan ketegangan dalam diri pembaca. 
         Pembaca harus mendapatkan cukup banyak bahan untuk 
  • menghayati makna itu ketika ia melihat kembali seluruh cerita itu. 
  • Materi-materi itu mampu meyakinkan pembaca, bahwa seluruh tindak-tanduk dalam seluruh kisah itu merupakan perkembangan yang logis dari situasi aslinya
  • Peristiwa-peristiwa yang terjadi pada kisah “Hanyut” yang kemudian pada bagian perkembangannya hanya dipahami secara baik, jika situasi awal juga dipahami dengan baik.
            Bagian awal yang menampilkan situasi dasar, memungkinkan pembaca memahami adegan-adegan selanjutnya. Dan karena bagian pendahuluan ini 
  • menentukan daya tarik dan hasrat pembaca pada bagian-bagian berikutnya, 
  • maka penulis harus betul-betul menemukan momen bagian kisah nyata yang mengandung magnet dan menuangkannya dengan sungguh-sungguh secara kreatif. 
          Bagian pendahuluan harus merupakan kreativitas tersendiri yang berusaha menjaring minat dan perhatian pembaca. Kembali diingatkan tentu sesuai dengan kenyataan yang terjadi, karena ini kisah nyata. 

            Bagian pendahuluan ini, 
  • tidak harus terdiri dari materi-materi yang itu-itu saja, seperti berbentuk deskripsi latar tempat dan waktu 
  • atau tidak harus berbentuk ringkasan yang kurang menarik dengan situasi awal dari seluruh cerita. Namun, bagian ini bahkan bisa berupa langsung masuk ke dalam situasi permulaan penggawatan menuju komplikasi dan keruwetan.

Bagian Tengah atau Perkembangan

            Bagian tengah adalah batang tubuh yang utama dari seluruh tindak-tanduk para tokoh
  • Bagian ini merupakan rangkaian dari tahap-tahap yang membentuk seluruh proses kisah. 
  • Bagian ini mencakup adegan-adegan yang dengan sendirinya meningkatkan ketegangan,
  •  atau terjadi penggawatan komplikasi yang berkembang dari situasi aslinya. 
          Coba perhatikan adegan-adegan dalam bagian tengah kisah “Hanyut”:

          Aku melihat bola-bola mata teman-temanku sebagian membulat berbinar. Agaknya, mereka mulai mabuk tergoda dengan hasutan B. Apalagi, B adalah murid terpintar di kelas kami. B punya kharisma tersendiri. Kata-katanya seakan-akan sihir. Akupun tanpa sadar, agak ikut mabuk tergiur dengan modus B. Aku mengimajinasikan makhluk-makhluk berkaki bulat dengan telapak-telapak kotak-kotak sangar berseliweran, saling kejar, saling lompat dan melayang seakan tanpa bobot melewati tanjakan-tanjakan bergelombang dan "superbol" dengan gagah berani. Oi! Betapa hebat dan hebohnya. Kami mau tidak mau harus menonton. Ini baru namanya tontonan para lelaki, arena laga para pemberani. Seolah-olah kamilah yang berlaga!

          "Kito musti nonton! Idak ado kesempatan lagi. Kapan lagi ado balap tril, lhaa setahun sekali mungkin. Tapi sayangnya balap tril itu bukan diadakan hari Minggu. Bagaimana kalau kito idak usah masuk sekolah samo-samo besok?" racun sang penghasut B mulai meresap ke dalam aliran darah kami. Darah-darah kami telah terkontaminasi bisa-bisa gelombang suara sihir si Cerdas. Lalu, mendidih dan menggelegak di hati-hati kami. 

          Dan, juga pada adegan ini (ada sedikit kisah dengan alur kilas-balik /flash-back):
             
          Sekonyong-konyong kemudian aku teringat sesuatu. Aku baru sadar kalau aku ini ketua kelas 2A. Ah, rupanya aku ikut hanyut arus arung jeramnya B, dan hampir terjebak dalam pusarannya. Tidak! Aku harus hadang persekongkolan ini. Aku selalu kena batunya jika teman-teman kelasku 'ngaco'. 

          Aku terkenang sesuatu sesaat kemudian. 

          Suatu waktu, pada pelajaran bahasa Inggris, guru bahasa Inggris, Ibu D memerintahkan  kami untuk mengikuti membaca beberapa kata-kata bahasa Inggris, agar bacaan kami benar. Celakanya, setelah selesai kata-kata dibaca bersama, tenyata teman-temanku tetap mengikuti kata-kata yang diucapkan Ibu D walaupun itu kata-kata dalam bahasa Indonesia. Entah siapa yang iseng memulainya. Jangan-jangan B juga si biang kerok. Lebih celaka lagi, tak sampai disitu, ketika mata Ibu D mulai melotot, bola matanya seperti akan keluar, mengeras wajahnya, dan urat-urat lehernya terlihat saling tarik-menarik, teman-temanku sekelas tetap kompak senasib sepenanggungan mengikuti kalimat-kalimat yang keluar dari lisan Ibu D.  

          Begitu selesai di ujung kalimat terakhir pada puncak suhu seratus derajat Celcius darah Ibu D, Ibu D tak menunggu lama lagi, gak pake lama, langsung serta-merta angkat kaki dari ruangan kelas. Meluncur, kembali menuju ke ruang guru. Mendarat di singgasananya di sana. Cemberut. Ngambek. 

          Duh, akhirnya siapa lagi yang mewakili seisi kelas untuk meminta maaf kepada Ibu D kalau bukan aku sebagai ketua kelas. Runyam sudah! 

          "Jangan, ... Nanti kito akan kena marah dan hukuman!" aku menjerit lirih, meminta belas kasihan teman-temanku yang sudah keblinger bayangan-bayangan motor tril mengudara, berakrobatik, dan kehebatan-kehebatan para penunggangnya yang gagah berani. 

         "Akhirnyo ambo jugo yang kena, apo idak ingek peristiwa Ibu D ngambek?" aku mulai berusaha menyadarkan teman-temanku, membangunkan teman-teman yang setengah pingsan akibat biusan si biang kerok, melawan godaan-godaan si jenius yang absurd. 

         Teman-temanku menatapku. 

          Aku seakan-akan merasa bicara pada teman-temanku yang terhalang kaca tebal kedap suara. Mereka melihatku, tapi tak mampu mendengarku. Mereka seolah-olah menonton filem bisu dan aktornya aku terlihat seperti sedang berteriak-teriak. 

         "Kito musti kompak, kalo ado apo-apo ya kito tanggung besamo lah," B sok mengajak teman-temanku, seolah-olah hasungan menuju kebaikan. Menutupinya dengan solidaritas pertemanan di atas pengorbanan bersama. B telah tak perduli dengan nasibku. Padahal ia teman baikku juga. Kesenangan duniawi memang tidak ada kata teman. Yang penting nikmat, sikat! 

         Omong kosong! Aku tetap tidak setuju. Pelanggaran tetap pelanggaran. Mau diubah kata-katanya dengan apapun, hakekatnya tetap sama. Ini makar terhadap pendidikan namanya. Huh! 

         "Aku tidak setuju!" tegasku, wajah dan rahangku mulai mengatup kencang. Aku tak peduli, walaupun ada juga rasa takut berada pada posisi bertentangan dengan B.

            Kemudian pada adegan ini, meningkatkan ketegangan dan terjadi penggawatan komplikasi pula:

          Wal hasil, suasana istirahat menjadi bukan rehat dan mengendurkan pikiran setelah pusing dengan pelajaran lagi, akan tetapi menjadi letih, bersitegang, dan otak semakin lelah. 

          Wajah-wajah temanku terlihat datar tanpa ekspresi menatapku. Ada riak-riak resah di mata-mata mereka. Sepertinya api telah terlalu besar, menjilat-jilat liar, sedangkan aku bagaikan air "blangwir" pemadam kebakaran yang datang terlambat. Airnya sedikit pula. Waduh! 

          "Teng, teng, teng ...!" bunyi pukulan pada lonceng yang terbuat dari velg truk bekas tanda masuk ke kelas merobek suasana panas kami. 

          Siang itu, perdebatan aku dan B tanpa penyelesaian, apapun yang akan terjadi esok hari.

***

          Bagian tubuh karangan telah melepaskan dirinya dari situasi umum atau situasi awal, dan telah mulai memasuki tahap komplikasi. Komplikasi diungkapkan dengan menguraikan secara terperinci peranan semua unsur kisah berupa; 
  • perbuatan atau tindak-tanduk tokoh-tokoh
  • interelasi antara tokoh-tokoh dan tindak-tanduk mereka yang menimbulkan perbenturan kepentingan. 
  • Perbenturan-perbenturan kepentingan yang menimbulkan konflik baik yang terbuka maupun tertutup
  • bagaimana pertikaian-pertikaian antar tokoh yang dikisahkan berangsur-angsur memuncak melalui perumitan permasalahan.
          Konflik hanya akan dimengerti dan dapat dipahami dengan baik, jika situasi awal pada bagian pendahuluan telah disajikan secara jelas.  Semua yang terjadi pada tahap perkembangan hanyalah merupakan kausalitas, merupakan sebab-akibat dari suasana awal. 

Kausalitas antara satu peristiwa dengan peristiwa lain, antara satu tindakan dengan tindakan yang lain harus terjalin dalam jaringan yang logis. 

          Peranan tokoh (karakter) harus pula seimbang dengan fungsinya terhadap seluruh karangan.

          Bagian yang menegangkan yang merupakan klimaks dari perkembangan kisah sangat mungkin terjadi dalam kisah nyata. Dengan melihat kembali seluruh peristiwa dalam kisah, kita dapat melihat titik-titik kritis, yaitu tahap-tahap yang mengandung ketegangan-ketegangan baru, yang setiap kali muncul dalam rangkaian kisah tersebut. Tahap-tahap itu dapat menyediakan bahan-bahan yang penting untuk membagi paragraf-paragraf (dan bab-bab jika dalam kisah inspiratif riwayat hidup atau biografi inspiratif) secara alamiah.

          Bagian perkembangan ini dapat dibagi lagi atas beberapa tahap yang lebih kecil, tergantung sifat dan besarnya kisah. Pada permulaan perkembangan tentu saja terjadi pertikaian sebagai akibat logis dari situasi awal yang mengandung faktor-faktor peledak. Dari pertikaian-pertikaian itu timbul penggawatan yang menyiapkan jalan untuk mencapai puncak klimaks dari seluruh kisah.

          Dengan demikian dapat kita katakan, bahwa prinsip-prinsip yang ada pada kisah fiktif (fiksi) dapat diterapkan pada jenis narasi kisah nyata. Suatu penyimpangan kecil saja dari rangkaian peristiwa atau tindakan akan membuyarkan perhatian pembaca. Hakikat struktur yang ditampilkan oleh penulis adalah makna yang menyentuh perasaan pembaca, dan sekaligus menjadi faktor penarik perhatian pembaca, makna yang membangkitkan respon emosional pembaca.

INTERUPSI! - Fakta, bahwa kisah Fiksi mengambil model dari kisah Nyata

         Bahkan, penulis sendiri pernah berdiskusi atau tepatnya membantah seorang penulis fiksi kondang Indonesia dengan inisial nama AN via daring
  • Dimana penulis menyampaikan bahwa, cerita atau kisah fiksi itu adalah kedustaan, karena tokoh-tokoh dan seluruh alur kejadian hanyalah fiktif, dan belum tentu seperti itu, bila itu benar-benar terjadi di dunia nyata. 
  • Lalu, dengan setengah emosi penulis fiksi kondang negeri kita itu mengatakan atau tepatnya berdalih, bahwa kisah pendek fiksi yang sering disebut Cerpen (cerita pendek) atau yang lebih panjang lagi dalam bentuk Novel, itu mengambil model dari cerita kehidupan nyata juga.
  • Jika demikian halnya, mengapa tidak langsung menulis kisah nyata saja? Memang menulis kisah fiktif lebih mudah merisetnya sebelum ditulis dan tinggal menciptakan kisahnya yang penulis imajinasikan atau khayalkan. 
  • Tidak seperti halnya menulis kisah nyata, mesti melalui riset panjang dan sangat rumit, karena harus sesuai fakta akurat apa yang sebenarnya telah terjadi. Tak ada rekayasa, tak ada kebohongan dan kedustaan, mesti jujur. 
  • Sehingga kisah nyata mengandung amanat dan pesan yang sesuai realitas, bukan imajinasi, dan dapat menghasilkan suatu hikmah yang memang benar-benar dapat diterapkan oleh para pembaca agar kehidupan nyata mereka ke depannya semakin lebih baik.
          Baik, kita kembali ke analisis kisah "Hanyut". Berikut kita hadirkan puncak klimaks dan peristiwa-peristiwa yang telah dekat menghantar pada klimaks tersebut pada kisah “Hanyut”:

         Tapi, eh! Ada yang janggal di dalam kelasku. Teman-teman semakin banyak berdatangan, namun tanpa aku sadari dan akhirnya aku tersadar juga, lho mengapa teman-temanku yang datang perempuan semua? Dimana teman-temanku yang laki-laki? Mengapa hanya aku yang laki-laki? Di seberang sana terdengar bisik-bisik, kasak-kusuk, dan cekakak-cekikik teman-teman perempuanku, sambil melirik aku. Aku mulai panik. Ada apa ini? Woi! dimana kalian para lelaki! 

         Alamak! Aku baru ingat hari ini, hari balap motor tril di pantai Panjang! Bukankah kemarin aku berdebat dengan B. Mereka pasti kompak membolos. Waduh bagaimana dengan aku? Malang benar nasibku. Aku ketua kelas. Aku tetap masuk sekolah? Dan, belajar di antara teman-teman perempuanku, aku hanya sendiri "til" laki-lakinya. Malu? Pasti! Mereka pasti mengolok-olok Fulan banci, Fulan banci! Fulan teman-temannya perempuan. Tuh, lihat! 

         Namun, ada gelombang suara seolah berdesis sejuk dalam hatiku, "Fulan kamu di atas kebenaran, kenapa takut? Berdirilah dengan gagah membawa bendera kebenaran, walaupun engkau sendiri." 

         Bagaimana ini? Aku lihat jam tanganku. Jam 06.55. Lima menit lagi lonceng velg bekas itu berdentang. Aduuh, tolooong hatiku melolong. Aku ingat-ingat teman-temanku kemaren kasak-kusuk. Aku masih bisa mendengar mereka akan kumpul di rumah N yang di pinggir pantai sebelum ke pantai Panjang.

         Tetapi, jika aku ikut mereka tentu aku mengkhianati pendirianku. Aku jadi bajingan pendidikan. 

         Tiga menit lagi. 

         Kepalaku berputar ke kanan dan ke kiri. Celingak celinguk. Guru-guru mulai berdatangan. Aku bisa lihat, tentu saja mereka lewat depan kelas 2A. Ruang guru di sebelah. Jangan-jangan ada guru yang lihat. Dan, bertanya kenapa kelas 2A perempuan semua. Gawat! 

         Aku melirik jam tangan, dua menit lagi. 

         Tentu aku yang akan ditanya. Aku lelaki satu-satunya. Aku ketua kelas. Ketua kelas. Ketua... 

         Satu menit lagi.  

***

Bagian Akhir atau Penutup

          Akhir suatu perbuatan bukan hanya menjadi titik yang menjadi pertanda berakhirnya tindak-tanduk. Namun lebih tepat jika kita katakan, bahwa akhir dari perbuatan atau tindakan itu merupakan:

Titik dimana tenaga-tenaga atau kekuatan-kekuatan yang diemban dalam situasi yang tercipta sejak semula membersit keluar dan menemukan pemecahannya.

          Akhir dari suatu tindakan yang berbentuk sederhana adalah kesadaran baru yang timbul pada tokoh-tokoh yang terlibat, baik langsung maupun tidak langsung dalam kisah.

          Mari kita lihat bagian akhir kisah “Hanyut”, akan terjadi pemecahan dan kesadaran pada tokoh-tokohnya:

          "Ahaa, selamat datang Fulaaann...." senyum N merekah seolah menyambut tamu agung. N berdiri di depan rumahnya dengan tangan terbuka. Semua teman-teman laki-laki kelasku yang lainnya telah ada. Ada B. Mereka semua - untuk saat ini - wajah-wajah mereka aku lihat seperti wajah B semua. Huh! Sebal aku rasanya. Aku seperti anak kecil terseret ombak laut semakin ke tengah lautan tanpa daya, sedang aku meronta-ronta. Aku ingin berteriak, tetapi tak ada suara yang keluar. Badanku hanyut ke tengah samudra, tapi jiwaku masih di tepi pantai. Tubuhku terbawa ke rumah N, tetapi jiwaku tetap ada di ruang kelas 2A. 

          Akhirnya, kami semua murid laki-laki kelas 2A sampai di pantai Panjang. Apapun yang aku tonton menjadi tak menarik lagi bagiku. Pandanganku kemana, pikiranku kemana. Inikah dunia paralel itu? Sejatinya aku adalah satu, tetapi hidup di dua dimensi dunia. Pantai Panjang dan ruang kelas 2A. 

          Hanya satu yang senantiasa menjadi fokus pikiranku: apa yang akan kami hadapi di sekolah esok hari? 

          "Ayo yang tegap, jangan lemes begitu!" bentak pak S guru matematika kami. 

          "Ini juga, kamu yang tegap!" gelegar kalimat keluar dari pita suara pak S kembali. 

          “Beeegghh!!” pak S yang badannya kekar dan besar melontarkan kepalan tangannya dengan secepat petinju juara kelas berat World Champion ke arah temanku sekelas. 

          Nafasku tertahan. Ternyata tinju pak S yang kuat itu tidak sampai menyentuh sedikitpun pada tubuh temanku. Pak S hanya berpura-pura akan menghantam, dan ia hanya memukul dadanya sendiri, sehingga menimbulkan suara berdebam. Namun, cukup mengejutkan dan seperti pukulan betulan. Kami menciut. Mengkeret. 

          "Kalian gagah berani ketika membolos, menonton tontonan para lelaki. Sekarang kalian harus tegar juga menjalani resikonya! Kalian laki-laki!" hardik pak S kembali hampir-hampir merobek gendang-gendang suara telinga kami. 

          Siang itu, kami seluruh murid laki-laki kelas 2A berbaris memanjang satu baris. Berdiri di halaman sekolah kami yang terletak di tengah-tengah sekolah. Halaman itu dikelilingi kelas-kelas dalam formasi berbentuk huruf U. Sehingga kami semua tampak oleh mata-mata seluruh murid sekolah dari semua penjuru sekolah. 

          Mentari memanggang kami, entah sampai kapan.  

***

          Bila seorang penulis ingin menyusun sebuah kisah nyata, ia menganggap bagian akhir cerita adalah merupakan:

Titik dimana perbuatan dan tindak-tanduk dalam seluruh kisah itu memperoleh maknanya yang bulat dan penuh.
            
         Pada bagian ini, merupakan: 

Titik dimana para pembaca terangsang untuk melihat seluruh makna kisah. Bagian ini sekaligus merupakan titik dimana struktur dan makna memperoleh fungsinya sebulat-bulatnya.

         Dengan kata lain, bagian penutup merupakan:
 
Titik tempat pembaca sepenuhnya merasa, bahwa struktur dan makna sebenarnya merupakan unsur dari persoalan yang sama. Keduanya adalah persoalan itu sendiri.

          Nama lain daripada bagian terakhir dari suatu kisah adalah peleraian. Dalam bagian ini akhirnya komplikasi dapat diatasi dan diselesaikan. 

          Namun demikian tidak selalu terjadi, bahwa bagian peleraian betul-betul memecahkan masalah yang dihadapi. Seringkali terjadi bahwa, 
  • penyelesaian itu bersifat semu. 
  • Hal ini memungkinkan, bahwa sebetulnya penyelesaian itu tidak ada
  • yang ada adalah: 
  • Hal yang menjadi pangkal bagi persoalan yang baru akan timbul. 
          Dan, memang layaknya alur dalam kehidupan, bahwa akhir dari tindakan menjadi awal persoalan berikutnya, dan itu merupakan alur dari peristiwa berikutnya. 

          Namun, dalam hal ini kita tegaskan saja, bahwa pengertian alur disini, dalam peleraian tetap dicapai akhir dari rangkaian suatu tindakan.

          Perhatikan akhir kisah “Hanyut”, ia tidak betul-betul memecahkan masalah yang ada. Penyelesaiannya bersifat semu yang ini akan menjadi pangkal dari persoalan baru. Alur baru bagi kisah lainnya
        
          Siang itu, kami seluruh murid laki-laki kelas 2A berbaris memanjang satu baris. Berdiri di halaman sekolah kami yang terletak di tengah-tengah sekolah. Halaman itu dikelilingi kelas-kelas dalam formasi berbentuk huruf  U. Sehingga kami semua tampak oleh mata-mata seluruh murid sekolah dari semua penjuru sekolah. 

          Mentari memanggang kami, entah sampai kapan. 

***
            
Mau belajar menulis Kisah Nyata via daring (online), ikuti tahapannya, TAP /KETUK > di bawah ini:

Atau, mau belajar menulis Kisah Nyata via luring (offline), beli saja bukunya, TAP /KETUK > di bawah ini:
Buku Menulis
Kisah Inspiratif

rasa Novel - 55k


Mau Belajar Ilmu Syar'i dengan Menuliskannya, mudah, sedikit demi sedikit, dan saban hari, TAP /KETUK > di bawah ini:
WhatsApp Salafy Asyik Belajar dan Menulis

Sederhana itu Lebih - Less is More. Desain bukanlah menambah-nambah biar berfungsi, tetapi desain adalah menyederhanakan agar berdaya guna.
Produk

Online Shop
Buku, Peranti belajar,
dan sebagainya



Misi


Fakta
Ciri Khas Artikel



F A Q (Frequently Asked Questions)
Pertanyaan yang sering diajukan

Silahkan chat dengan tim kami Admin akan membalas dalam beberapa menit
Bismillah, Ada yang bisa kami bantu? ...
Mulai chat...