#05 Narator dan Dialog
Narator
Dalam Kisah Inspiratif tentulah ada yang bercerita, yang menceritakan kepada kita semua apa yang sedang terjadi.Pada satu ujung, kita melihat ada cerita yang memakai 'aku' atau 'saya' sebagai tokoh utama dalam cerita tersebut. Apa yang kita baca dari cerita itu adalah:
- apa-apa yang dilihat, didengar
- dan dialami oleh 'aku' itu.
- Jalan pikiran,
- pergolakan perasaan,
- dugaan
- dan kesimpulan dalam adegan-adegan kisah itupun berasal dari 'aku' itu juga.
Yang tidak 'aku' dengar atau lihat, tentulah tidak dapat diceritakan kepada kita. Jadi narator didalam cerita itu adalah pelaku utama dan itu adalah 'aku' itu.
Pada ujung lain, kita dapati ada cerita yang naratornya bukan 'aku', akan tetapi memakai
- nama seseorang tokoh atau
- 'aku' tersebut bisa kita ganti dengan nama kita sendiri.
- Terkadang pula kita ganti 'aku' atau nama seseorang tersebut dengan nama lain
- dengan tujuan 'menyamarkan' tokoh dalam Kisah.
- Hal ini bisa terjadi jika cerita tersebut menyangkut atau menjelaskan kekurangan-kekurangan (aib-aib) seseorang.
- Bisa pula kebalikannya, yaitu cerita nyata mengungkap kebaikan-kebaikan atau bahkan keutamaan-keutamaan seseorang yang baik atau diri kita sendiri yang di waktu penceritaan sosok tersebut masih hidup.
- Maka, untuk menghindari penyakit hati berupa,
- rasa ujub (kagum terhadap dirinya sendiri),- riya' (suka terlihat terpuji di mata manusia),- sum'ah (suka terpuji karena didengarkan perkataannya),- kibr (sombong),- hubbu riyasah (cinta kepemimpinan)- al-jah (kedudukan atau cinta ketenaran),dan berbagai penyakit hati lainnya,
selayaknya nama tokoh tersebut disamarkan.
- Bahkan, kebaikan-kebaikan seseorang masih hidup yang dikenal nama aslinya, asal dan domisilinya itu merupakan kenikmatan-kenikmatan yang telah Allah ta'ala berikan, sanggup memicu orang lain mendengki atau berhasad kepadanya.
Dan kembali, karena Kisah yang kita ceritakan adalah cerita nyata atau nonfiksi, terkadang terkait kekurangan-kekurangan dan kebaikan-kebaikan seseorang atau kekurangan dan kebaikan kita sendiri, maka hendaknya kita tutup dengan memberi nama samaran.
Dan, perlu diketahui supaya tak ada unsur kedustaan, maka
di akhir cerita kita beri catatan kaki bahwa nama-nama tokoh dalam cerita disamarkan atas prakarsa penulis untuk melindungi 'privacy' tokoh-tokoh dalam cerita.
Terkadang pula, kita jumpai Kisah bersifat fiktif dengan Narator nama seseorang yang bisa mengungkapkan apa saja yang dipikirkan dan dirasakan oleh semua tokoh dalam cerita. Bahkan, lebih dari itu dalam cerita dapat diungkapkan apa saja yang akan direncanakan tokoh-tokoh itu. Hal seperti ini adalah sukar diterima oleh akal untuk suatu cerita nyata.
Bagaimana seseorang bisa menceritakan pikiran orang lain serta perasaannya? Narator seperti ini bisa saja dilakukan dalam cerita fiksi dan dongeng.
Perlu diingat juga, ini adalah kisah nyata sehingga,
- ketika tulisan sudah jadi hendaklah kita menunjukkan tulisan tersebut untuk dibaca oleh masing-masing tokoh dalam cerita.
- Apakah yang dipikir, dilihat dan dirasa oleh tokoh-tokoh dalam cerita sudah sesuai dengan benar-benar apa-apa yang mereka pikir dan rasa.
- Dan ini adalah hal yang sulit, kecuali memang kita benar-benar ada waktu dan program khusus untuk riset terlebih dahulu sebelum membuat Kisah Nyata yang dialami tokoh-tokoh tadi.
Maka, untuk mudahnya kita dalam belajar menulis cerita nyata,
- kita pakai saja posisi narator 'aku' atau 'saya'
- diganti dengan nama kita atau nama samaran.
- Karena apa yang dipikir, dilihat dan dirasa Narator adalah benar-benar kita alami sendiri.
Dialog
Yang dimaksud dialog adalah percakapan di antara tokoh-tokoh dalam Kisah.Jalan cerita, karakter tokoh, konflik dan sebagainya dapat kita ketahui dalam dialog-dialog ini. Ada kisah yang dialognya sedikit, ada pula yang penuh dialog dan ada pula yang sama sekali tanpa dialog. Adanya dialog adalah sepenuhnya hak penulis.
Namun, sebaiknya dalam Kisah hendaknya ada dialog secukupnya. Ada ungkapan-ungkapan perasaan yang akan lebih tajam rasanya dan lebih dalam maknanya jika diucapkan dalam dialog dibanding dengan jika hanya diceritakan oleh narator saja.
Dan, lagi ingat! dialog juga membawa misi warna lokal seperti yang telah kita bahas yang lalu.
Hal lain terkait dialog yang perlu dicermati oleh penulis juga adalah:
- menjaga konsistensi karakter tokoh-tokoh dalam Kisah.
- Terkadang masing-masing tokoh menggunakan bahasa yang sama untuk suasana yang sama.
- Dan perlu diingat juga adalah tokoh-tokoh itu biasa memakai bahasa lisan yang lazim untuk tempat dan waktu berlakunya cerita.
- Dialog menunjukkan karakter masing-masing tokoh.
Dan tentu saja dialog tersebut musti benar-benar terjadi, karena menceritakan cerita nyata. Maka dari itu, sebelum kita menuliskannya,
- perlu diingat-ingat kembali dialog yang terjadi,
- jika perlu dicatat terlebih dahulu. Biasanya suatu kejadian yang berkesan, apalagi berupa konflik itu masih sangat terekam dalam ingatan kita. Dan, ini kembali kepada kemampuan ingatan penulis, ada yang ingatannya tajam, ada pula yang tumpul.
- Adapun jika kita ingin mengisahkan cerita orang lain, maka kita minta dialog apa saja yang terjadi kala itu. Bisa, dengan cara membuat lembar isian (questioner) yang diisi oleh tokoh-tokoh yang ingin kita ceritakan, terkait pula latar tempat dan latar waktu terjadinya dialog.
- Jika ternyata kita tak mampu mengingat-ingat dialog atau kurang lebih dialog yang terjadi, bisa kita menggantinya dengan tulisan teknik deskripsi latar, waktu dan watak tokoh untuk menjelaskan kejadian dialog dan suasana yang terjadi.
Contoh cara menulis dialog
(Dialog dengan latar tempat dan warna lokal daerah Bengkulu).“Mal ...,” suara si penakut itu lagi.Aku terhenti untuk kesekian kalinya, “Ya?” memalingkan wajah ke adikku. Duh, kapan berangkatnya, tertahan-tahan terus.“Kawan-kawan la pulang galo ...,” mimik kekhawatiran jelas tercetak di raut wajahnya.Aku masih menunggu kalimat selanjutnya.“Mmm ... boleh dak ambo pulang samo-samo kau?” adikku melontarkan kalimat berikutnya. Ia buang pandangannya sepersekian detik, lalu melihatku lagi. Seakan ia merasa tidak seharusnya kalimat itu tercampak begitu saja meluncur dari mulutnya.“Kau khan biasa lewat kanan? Ambo lewat kiri ...,” aku mencari alasan.“Ambo jalan sendiri?” adikku seolah-olah bertanya pada dirinya sendiri.Duh, memang urusanku? “Iya, kenapo?”“Ee ... kenapo ya? Sepilah ... takuut,” adikku memutar bola matanya, dari balik bening lensa kaca matanya, “ambo tuh tak pernah jalan sendiri, selalu jalan samo-samo kawan-kawan.”
Tabel dialog
Contoh dialog di atas caranya memang,
- mesti diselipi perasaan yang bercakap-cakap.
- Dialog bisa kita putus sejenak, lalu kita sampaikan sikap-sikapnya sesuai suasana hatinya.
- Dan, memang misalkan, tokoh tersebut agak terhenti bicara, ada perasaan ragu-ragu.
- Tokoh aku, bisa kita tulis isi hatinya,
- Namun tokoh pendukung, hanya kita tulis tanda-tanda fisik yang menunjukkan perkiraan si Aku tentang isi hati Adikku. Karena memang tokoh aku tak bisa melihat isi hatinya.
Dialog di atas sekaligus sebagai contoh tata cara penulisan dialog. Perhatikan dengan cermat tata cara penulisannya,
- bagaimana meletakkan tanda petik (“)
- tanda koma (,)
- tanda titik (.)
- tanda seru (!)
- tanda tanya (?)
- kapan menggunakan huruf kapital
- dan kapan memakai huruf kecil.
- Setiap momen atau dialog, berganti baris dan terletak dalam paragraf baru (kalimat pertama maju beberapa spasi).
Semuanya terkait perletakan kalimat-kalimat kata hati dan perasaan si Aku yang disisipkan di antara perkataan-perkataan langsung.
***
Mau belajar menulis Kisah Nyata via daring (online), ikuti tahapannya, TAP /KETUK > di bawah ini:
Mau Belajar Ilmu Syar'i dengan Menuliskannya, mudah, sedikit demi sedikit, dan saban hari, TAP /KETUK > di bawah ini:
Gabung dalam percakapan