#08 Istilah pada definisi Feature: Subjektivitas
Kata "subjektivitas", diartikan sebagai;
pengungkapan perasaan dan pikiran yang sesuai dengan nilai-nilai atau konsep seseorang.
Apapun keputusan yang diambil dan dengan ditentukan subjektivitas seseorang, akan dipengaruhi oleh;
- insting,
- impulsi (tindakan tanpa berpikir),
- emosi,
- pikiran dan lingkungan.
Hal tersebut menimbulkan suatu interaksi atau pergaulan sosial dalam bentuk tingkah laku.
Pada setiap bidang profesi, prinsip subjektivitas selalu ada, hanya saja dalam prosedur pekerjaan prinsip objektivitas tetap dipegang.
Misalkan,
sebelum merumuskan sesuatu, pertama seseorang ilmuwan mengadakan observasi terhadap gejala dan peristiwa yang terjadi secara relatif teratur (objektif). Kemudian, hasilnya dicocokkan dengan konsep awal yang terbentuk dalam dirinya sejak ia tumbuh sampai dewasa (subjektif).
Dalam profesi menulispun tidak lepas dari dorongan subjektivitas, terutama pada tahap penentuan:
✓ tentang peristiwa apa yang penting,✓ susunan teras berita yang kuat,✓ bagaimana tubuh berita yang lengkap,✓ berita susulan apa yang akan diterbitkan,✓ gaya bahasa apa yang digunakan,✓ dan sebagainya.
Namun, dalam prosedur kerja, penulis dituntut tetap mendirikan prinsip objektivitas, seperti:
✓ melihat, mendengar, dan mencatat peristiwa seobjektif mungkin, meskipun tak bisa tercapai sepenuhnya,
✓ isi beritanya tetap menerapkan objektivitas dalam artian tak memihak, tanpa sentuhan emosi perasaan, dan pendapat pribadi penulis.
Memang, subjektivitas akan lebih mempengaruhi penulis Feature, karena;
- ia dibenarkan menggunakannya dalam batas tertentu, yaitu mengemukakan perasaan dan pikirannya dalam tulisan.
- Dan, justru kemampuan penulis Feature untuk melihat segi menarik dari kenyataan yang biasa-biasa saja, merupakan masuknya dorongan kreativitas dengan subjektivitas yang dimilikinya. Namun ingat kembali, dalam batas tertentu.
Hanya saja, celaan atau kritikan terhadap penulis Feature tentang perasaan dan pikirannya pada Feature tidak sebesar kritikan yang diberikan kepada penulis berita biasa (lempang). Karena dalam berita biasa tak dibenarkan untuk menyatakan perasaan, pikiran, apalagi pendapat pada beritanya.
Dengan demikian, pembenaran seorang penulis Feature untuk mencurahkan pikiran, pendapat serta emosinya yang transparan pada tulisannya sangat dimungkinkan jika ia langsung menjadi pelaku atau pemeran pada peristiwa yang diceritakan.
Dengan demikian, pembenaran seorang penulis Feature untuk mencurahkan pikiran, pendapat serta emosinya yang transparan pada tulisannya sangat dimungkinkan jika ia langsung menjadi pelaku atau pemeran pada peristiwa yang diceritakan.
✓ ia sendiri yang melakukan petualangan pendakian pegunungan Jayawijaya,
✓ atau perjalanan ke berbagai negeri dalam menuntut ilmu kepada para ulama,
✓ atau ia sendiri menjadi salah seorang penumpang yang selamat dari kecelakaan pesawat terbang,
✓ atau pada peristiwa yang digolongkan luar biasa lainnya.
Maka,
- jika penulis Feature bukan pelaku atau pemeran di dalam ceritanya, sedapat mungkin perasaan, pikiran dan pendapatnya untuk tidak terlalu mencuat di dalam karyanya itu.
- Hanya saja, karena tulisan itu adalah ranah penyampaian gagasan penulisnya kepada pembaca, maka penyampaian gagasan dalam tulisan adalah suatu hal yang tak bisa dihindari sama sekali.
- Apalagi, tulisan Feature mengandung makna kecenderungan untuk;
- perbaikan tatanan sosial masyarakat,
- pendapat penulis yang punya obsesi kebaikan, sungguh-sungguh sulit dihindari.
- Frasa "pendapat penulis" biasanya berkonotasi kepada penilaian moral,
- dan pernyataan penulis yang mengisyaratkan secara implisit (tersirat) harapan atau kehendak akan terjadinya sesuatu seperti apa yang diharapkan atau dikehendaki penulis.
Jika pendapat penulis itu benar dan baik, mengapa tidak diungkapkan dan didukung?
Apalagi beberapa Feature, ditulis dengan Narator (sang pencerita) "aku", sehingga ini betul-betul akan melibatkan emosi, pikiran dan opini penulis. Keterlibatan emosional inilah yang memberi aspek "menyentuh hati" pembaca yang sangat jarang bisa dicapai oleh berita biasa. Hal ini pula yang membuat Feature "berkesan dibaca".
Hanya saja, penulis mesti waspada dengan penulisan lewat gaya "aku", karena bisa cenderung menonjolkan diri, menyimpang dari konsep penyampaian "pendapat". Karena itu, sekalipun ditulis dalam bentuk "aku", Feature tak bisa keluar dari asas "objektif", khususnya sudut pandang "kebenaran" Al-Haq.
***
Mau belajar menulis Feature - Berkesan Dibaca via daring (online), ikuti tahapannya, TAP /KETUK > di bawah ini:
Mau Belajar Ilmu Syar'i dengan Menuliskannya, mudah, sedikit demi sedikit, dan saban hari, TAP /KETUK > di bawah ini:
Atau, hanya mau baca postingan-postingan Belajar dan Menulis? Tanpa berdialog, komentar dan ngobrol. Ikuti /follow saja Channelnya TAP /KETUK > di bawah ini:
Gabung dalam percakapan